Kotak Pandora

Aku melintasi langit menuju sebuah ruangan yang entah.
Menginjakkan kaki pada lantai berdebu tebal yang telah sekian lama tak terjamah.
Mendapati diri berjalan sendirian menuju almari usang di sudutnya.
Kemudian dengan pasti membukanya,
Dan mencari benda penting yang dibutuhkan saat diri tengah kehilangan arah.
Sebuah kotak Pandora.

Perempuan dan Pilihannya

  Manusia pada dasarnya hidup berdampingan bersama dengan pilihan-pilihan mereka. Pilihan-pilihan yang akan, harus, maupun telah mereka ambil. Bahkan keputusan untuk tidak memilih pun, sebenarnya merupakan sebuah pilihan. Sejak awal kita mulai sadar, otak kita mulai dapat menangkap memori, kita sudah dihadapkan oleh berbagai pilihan. Sejak masih dalam didikan orang tua, pilihan-pilihan sederhana mulai muncul di dalam kepala kita. Seperti misalnya, saat orang tua kita tengah menasihati, kita memiliki pilihan untuk mendengarkan nasihat mereka, atau mengabaikannya. Semakin beranjak dewasa, pilihan yang akan kita hadapi juga akan semakin rumit. Semakin beragam, dan semakin susah untuk diambil. Semakin susah karena pilihan manapun yang akan kita ambil nantinya, masing-masing memiliki resiko. Pola pikir kita kemudian akan berkembang dan menyesuaikannya dengan kondisi kita, dengan banyaknya pertimbangan atas konsekuensi yang akan kita peroleh dari pilihan yang diambil. 

4:31 AM

Angin menderu menuju balkon
Di malam yang penuh gairah
Mengiringi sebuah pertemuan tabu
Dua insan yang malang
Saling menatap lirih
Terperangkap dalam permainan takdir
Tenggelam semakin jauh
Bagai tragedi kisah Juliet
Namun aku enggan menjadi Juliet-mu!

Terapi

         Aku tidak pandai menulis. Ya, aku akan mengawali postingan ini dengan statement tersebut. Butuh lebih dari sekedar keberanian untuk menulis. Semua orang pada dasarnya bisa menulis, namun tidak semua orang pandai menulis, dan aku bukan orang yang pandai menulis. Aku tidak tahu apakah akan ada orang yang mau membaca postingan-postingan di blog pribadiku ini, atau bahkan apakah akan ada orang yang sekedar tertarik meng-click tautan blog pribadiku, namun bila ada, dan bila kau adalah salah satunya yang rela menghabiskan waktumu untuk membaca tulisanku, kuperigatkan, percayalah, setelah ini isinya akan tidak lebih dari buah pikiran dangkalku saja.

Perjalanan Menuju Refleksi Diri

        Maaf, hanya kata itu yang sanggup keluar dari mulutku. Aku terlalu denial menganggap bahwa aku sanggup memulai hal baru, menerima aspek lain, melangkah pergi dari apapun yang kutinggalkan di belakang. Namun aku salah, dan malah berdampak begitu besar bagi kehidupan orang lain. Aku belum selesai dengan diriku sendiri. Aku belum mampu memaafkan diriku sendiri. Memulai hal baru denganmu, rupanya bukan keputusan yang tepat. Aku terlalu memaksakan diri hingga membuatmu ikut terluka.

Kalangan tak Terjamah

Berbicara persoalan pemerintah memang tidak ada habisnya. Satu konflik selesai, muncul konflik baru. Tak jarang beberapa konflik yang belum terselesaikan malah tertumpuk dengan konflik baru yang lain. Konfliknya pun beraneka ragam. Sebagian besar bahkan terdengar sedikit konyol. Dengan tanpa malu tentu saja media menyiarkannya melalui jaringan-jaringan pemberitaan. Mulai dari persoalan serius, sampai yang terdengar bodoh sekalipun.

Populer