Gadis dalam Lingkaran

Kehidupan adalah sebuah dimensi ruang dan waktu yang memiliki alur konsisten, dengan hubungan antara horizontal dan vertikal yang terjalin seimbang. Penuh dengan misteri yang boleh jadi dapat ditebak-tebak, serta menciptakan jejak-jejak kenangan yang dapat tersimpan rapi dalam memori otak. Setiap kejadiannya merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa. Layaknya sebuah buku, yang sampul, jenis kertas, serta jumlah halamannya telah digariskan. Sedangkan isinya, dapat kita kreasikan sendiri menggunakan varian warna dan alat tulis yang kita sukai. Kehidupanku, kuyakini tidak akan mendapat masalah selama kita tetap berjalan di dalam 'lingkaran'. Aku menciptakan sebuah 'lingkaran', untuk membatasi hal-hal tidak penting, dan berbahaya yang nantinya dapat menjadi hambatan dalam kehidupan. Terkotak secara tidak langsung dengan garis kehidupan yang akan membawa kami dalam kenyamanan. Mengacuhkan segala macam godaan yang dapat berdampak ancaman. Kemudian kami dapat dengan tenang naik keatas kereta kencana yang suatu saat akan membawa menuju nirwana. Sungguh sebuah impian akan kehidupan wajar yang begitu tergambar indah.

Seperti biasa, aku menciptakan sebuah 'lingkaran' layaknya seorang guardian yang melingkupi kami berdua. Gerakan-gerakan lembut, mengalir, dan penuh motivasi mengiringi sebuah penciptaan. Perlahan-lahan, agar langkahku tidak mengganggu tidur lelapnya. Dia seorang lelaki, saudaraku, yang ingin aku bawa menuju persepsi serupa. Tengah tertidur tenang, hingga proses penciptaan selesai. Aku memutuskan untuk kembali beristirahat, duduk sejenak, mengawasi sekitar. Hingga tak sadar terlelap begitu saja. Namun, hal tersebut tidaklah berlangsung lama. Dia, akhirnya terbangun. Berbuat gaduh, dan melakukan berbagai macam hal untuk menggangguku. Tentu aku murka. Aku menyuruhnya diam, dan duduk dengan patuh. Dia mengikutiku awalnya. Lalu membangkang kembali. Terlepas sedikit dari pengawasanku, dia telah berada di luar 'lingkaran'. Bagaimana bisa? Aku yang panik berusaha meraihnya, namun tak bisa karena adanya pembatas berupa 'lingkaran'. Dia menunjukkan cara bagaimana dia bisa keluar. Dia menunjuk tepat pada arah diagonal bagian belakangku. Disana terdapat sedikit celah, yang kemudian digunakannya untuk keluar. Dia benar-benar.... Terlalu! Dengan penuh perasaan takut dan was-was, kupererat 'lingkaran' yang kubuat, dan menangis meratapi keteledoranku.

Disisi lain, dia tidak bermaksud untuk melakukannya. Dia hanya penasaran, seperti apa rupanya dunia luar itu. Dia hanya ingin menyaksikannya dengan mata kepalanya sendiri. Dia hanya ingin tahu lebih banyak. Akhirnya dengan penuh maklum, dia menjelajah seorang diri. Berpetualang di tempat yang tidak dia temui dalam 'lingkaran'. Menemukan banyak ilmu yang tidak dia peroleh dalam 'lingkaran'. Bahkan, bermain dengan Simpanse yang tidak pula dia dapati dalam 'lingkaran'. Semua itu sungguh membuatnya sangat bahagia. Namun, tiba-tiba suasana berubah menjadi tidak terduga. Satu per satu, datang sosok asing yang dengan keji merebut dan merampas semuanya. Semua, yang dia temukan, yang dia ketahui itu bukan milik siapa-siapa. Itu adalah milik kehidupan. Mereka begitu saja mengeksploitasi tanpa mengizinkannya untuk menikmati kebahagiaannya juga. Mengusirnya, layaknya anjing liar yang sangat mengganggu. Dia marah. Tapi dia sadar, tidak ada yang bisa dilakukannya. Dia hanya sendiri, seorang diri peduli dikala yang lain diam tak acuh membisu. Itu semua tidak cukup bukan? Dengan penuh emosi, dia menggedor dinding 'lingkaran'. Membuat tangisanku terhenti, lalu perhatianku teralih padanya. Dia menunjukkan padaku dunia luar. Dia menunjukkan padaku harta kehidupan yang telah direnggut. Dia menunjukkan padaku sebuah kehancuran. Aku mengamatinya, mengamati semuanya dengan penuh penyesalan. Penuh rasa bersalah. Harta kehidupan yang seharusnya kami jaga, malah kami abaikan begitu saja. Hingga terenggut oleh sosok asing tak bertanggung jawab. Harta yang seharusnya kami rawat, justru kami malah mementingkan ego kami sendiri. Harta yang selama ini berada dalam lingkungan kami, yang bahkan kami tidak becus melindunginya. Dengan segenap jiwa aku teguhkan hati, bahwa tidak akan ada lagi 'lingkaran' yang membatasi diri. Kemudian kusingkirkan 'lingkaran' tersebut dan bangkit dengan pasti. Karena jika bukan kita yang berjuang, lantas siapa lagi?

.

.

.

Karakter ketiga : Gadis dalam Lingkaran

No comments:

Post a Comment

Populer